Selasa, 21 Februari 2012

Mengenal Sajak Makassar dalam Kelong


Manusia selalu merefleksikan jiwa dan pikiran serta imajinasinya ke dalam seni. Seni dan apresiasi terhadapnya selalu menjadi refleksi akan kondisi diri dan lingkungan sekitarnya. Seni juga menjadi media penyampai pesan yang efektif sekaligus sangat persuasif agar bisa diterima dengan baik oleh orang yang hendak diberi pesan. Seni menyampaikan pesan dikenal banyak macam dan jenisnya. Mulai dari musik disertai lirik dengan pesan tertentu, puisi, sajak hingga pantun. Di Makassar gaya bahasa tutur bersajak yang biasa menggunakan suku kata 8-8-5-8 dalam setiap bait ini dikenal dengan istilah Kelong.
Kelong Makassar. "Warisan luhur yang patut dilestarikan" (Ariane Mays)'


Kelong merupakan ucapan atau perkataan yang diucapkan dengan intonasi dan nada atau irama tertentu dengan menggunakan Bahasa Makassar untuk menyampaikan maksud tertentu. Sejak dahulu orang Makassar telah mengenal tentang bahasa berirama atau sastra jenis ini. Mereka menggunakannya sebagai bahasa sehari-hari. Satu contoh apabila seseorang akan meminang biasanya dicari orang yang mampu bersilat lidah dan melontarkan bahasa-bahasa kiasan atau bahasa tutur, agar pinangannya dapat diterima oleh pihak wanita. Sama halnya seorang ibu yang menidurkan anak dalam buaian, biasanya didengarkan irama lagu yang penuh harapan-harapan1.
 
Kelong dalam berbagai kesempatan digunakan sebagai media transformasi nilai-nilai kearifan budaya sekaligus media komunikasi dalam interaksi sosial yang sangat akrab

(Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).
Kelong dalam berbagai kesempatan digunakan sebagai media transformasi nilai-nilai kearifan budaya sekaligus media komunikasi dalam interaksi sosial yang sangat akrab. Karena bertradisi, banyak kelong asli bersumber dari leluhur Makassar –orang-orang tua dulu- yang tidak diketahui siapa penciptanya (anonim). Jenis bahasa lisan seperti ini biasanya digunakan pada berbagai kesempatan seperti2 :
  1. Persidangan
  2. Peminangan
  3. Agama
  4. Petani
  5. Kelautan

Menurut adat kebiasaan Suku Makassar, pihak laki-laki yang melamar perempuan. Pada lamaran dipilih sosok orang tua yang arif bijaksana, pandai ‘bersilat’ kata, tahu adat sopan santun, disegani
(Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).
dan pintar membalas kelong dari pihak perempuan. Dalam pelamaran itu biasanya diadakan silat kata dengan melalui jalur kelong. Jadi pihak laki-laki mempunyai pangngali’ (rasa hormat yang didasari harga diri) yang tinggi3.

Contoh Kelong Peminangan:

Niaka anne mammempo
Angngerang kasi asiku
Saba' nia'na
Hajjakku lakupabattu

Kamilah datang menghadap
Membawa kemiskinanku
Adanya hajat
Inginlah kusampaikan
(Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).
Kamase-mase kuerang
Taddongko rimangko kebo
Naki'minasa
Nipaempo kalabbirang

Sederhana kami bawa
Kutaruh di mangkuk putih
Kami berharap
Didudukkan pada adat.



Contoh Kelong Pamarri (Petani)

Ikatte to pamarria
Gunturu kiantalai
Bosi sarroa
Kitayang kipanna panna.
(Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).

Bagi kami kaum tani
Guruh yang dinanti-nanti
Hujan lebatnya
Kita tunggu tuk bertani


Secara umum kelong memiliki peran sebagai medium untuk menyampaikan pesan terutama yang berbentuk nasehat untuk melakukan hal yang baik dan menghindari keburukan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa 39,5% kelong-kelong Makassar yang memiliki muatan lokal (local Indigenous) dapat mengubah perilaku peserta didik dari yang tidak baik menjadi baik4. Dahulu kelong merupakan media transformasi nilai-nilai kearifan budaya sekaligus media komunikasi dalam interaksi sosial yang sangat akrab. Menurut Abdullah Muhammad Ali dalam disertasinya yang berjudul “Kelong dalam Perspektif Hermeneutika”, setidaknya kelong memiliki lima fungsi: informasional, emotif, direktif, poetik, dan estetis.
(Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).
(Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).
Fungsi informasional kelong  berguna  untuk menyampaikan  berbagai  pokok persoalan yang  meliputi: (1) perihal kedudukan anak didik; (2) perihal keberadan manusia; (3) perihal memurnikan kalimat Lailaha Illallah; (4) perihal penyesalan diri; (5) perihal hati-hati yang terdiri atas hati-hati terhadap godaan setan menghadapi maut; (6) perihal hati-hati dalam bertutur dan; (7) perihal peradatan.

Fungsi estetis adalah Fungsi emotif adalah fungsi untuk mengekspresikan perasaan (1) permintaan maaf; (2) rasa cinta; (3) rasa kecewa; (4) rasa sedih; (5) kesetiaan; (6) rasa humor; dan (7) rasa gembira.

Fungsi direktif kelong yang berguna mempengaruhi perilaku atau sikap orang lain atau pembaca atau pendengar berkenaan dengan (1) menyuruh; (2) melarang; (3) menasihati; (4) mengharap/memohon; dan (5) meminta.
(Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).
(Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).
Fungsi kelong yang berkenaan dengan poetik terdiri atas pesan perihal tentang pendidikan, pesan perihal tidak berlebihan, pesan perihal menasihati, pesan perihal melaksanakan shalat, pesan perihal bertobat, pesan perihal kesetiaan, pesan perihal hari akhirat, dan pesan perihal mertua.

Fungsi untuk menciptakan efek keindahan sehingga terjadi komunikasi harmonis antara pembicara dan pendengar. Fungsi estetis kelong meliputi, (1) penggunaan kata-kata arkais; (2) gaya bahasa dalam kelong. Gaya bahasa dalam kelong terdiri atas simile, metapora, metonimia, personifikasi, hiperbola, dan  repetisi5.

Jelas bahwa kelong memiliki fungsi yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam perjalanan kehidupan masyarakat Makassar bahkan masyarakat Sulsel umumnya. Kelong terbukti mampu menjadi media yang ampuh untuk memperoleh tujuan yang mulia dalam berbagai aspek
(Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).
(Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).
kehidupan. Mulai dari aspek seni dan estetika hingga politik dan hukum juga mampu dijamah dan dimediasi oleh jenis bahasa tutur khas Makassar ini. Namun seiring berjalannya waktu, Kelong Makassar kehilangan auranya. Pencerahannya, seiring hadirnya media baru yang kian modern, telah memupuskan kehadirannya di tengah masyarakat. Akibatnya, kehadiran kelong perlahan-lahan mulai dilupakan dan tersisihkan dari aktiviyas sosial budaya masyarakat Makassar.

Melihat kenyataan tersebut, timbul inisiatif, terutama dari putra putri daerah Makassar sendiri untuk mengembalikan pesona Kelong Makassar. Usaha mutakhir yang mampu dilacak untuk melestarikan Kelong Makassar adalah ketika Februari 2006 lalu Chaeruddin Hakim berhasil merampungkan buku yang berjudul “Kitab Kelong Makassar” dan melemparnya ke pasar agar mampu dijangkau oleh khalayak ramai.
Usaha ini kemudian disusul dengan peluncuran buku tersebut pada 21 April 2006 disertai diskusi yang menghadirkan dua nara sumber utama yaitu, Chaeruddin Hakim, penulis dari buku ini beserta Prof. Sugira Wahid, Guru Besar Fakultas Sastra, Universitas Negeri Makasar (UNM). Selain diskusi, acara ini juga dimeriahkan dengan pembacaan kelong oleh Chaeruddin Hakim sendiri serta atraksi lukis dengan menggunakan bahan tanah liat oleh seniman Zainal Beta. Semoga usaha ini mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi usaha pelestarian salah satu karya sastra khas Makassar ini. Semoga. [V] Fakhri Samadi.
Puitis dan kaya estetis. (Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).
Puitis dan kaya estetis. (Dokumentasi Versi. Sumber: Kitab Kelong Makassar. Karya: Chaeruddin Hakim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar